Babe Lili melejit hingga mengundang para pejabat, artis dan masyarakat luas singgah di restonya, di jalan Wahid Hasyim. Padahal, restonya itu dibuka dengan modal 38.000 rupiah di tahun 1996. Begitulah pekerjaan pria bernama lengkap Asli Mardji, sebelum akhirnya memilih berdagang sejak usia 11 tahun Tahun 2006 boleh dikatakan sebagai masa renaisanse bagi dirinya. Sebabnya, ia merasa sakit hati yang bukan kepalang. “Saya sakit hati melihat orang bule bisa berbisnis makanan mereka di Indonesia. Anehnya, orang kita malah menyukai makanan mereka. Saya berpikir untuk menciptakan makanan khas laut di tengah kota. Ikan bakar laut pilihan saya,” kisahnya bersemangat. Dikatakan Babe Lili, ikan racikannya itu baru dibumbui setelah dibakar setengah matang.
Hal ini bertujuan agar bumbunya meresap ke dalam ikan. Di restonya, 8 jenis ikan laut bisa dinikmati yang bisa dipadu dengan sambal dan lalapan yang disediakan. “Ya, ada sekitar 8 jenis ikan laut yang dijual disini. Sebutlah, ikan kambing-kambing, baronang, kerapu, kakap, kue, bawal, hiu dan ayam-ayam. Selain itu, saya pun menyediakan berbagai olahan udang dan cumi,” ucapnya. Harganya pun masih terbilang cukup terjangkau, dari 35 ribu – 45 ribu rupiah. Kini bisnisnya itu telah bercabang 2 lokasi di Jakarta. Hasilnya, ia pun bisa naik haji dan keliling Eropa bersama istri dan anak tercinta. Harganya pun masih murah, 2.000 rupiah perekor. Nah, dari sanalah ikan bakar saya mulai digandrungi orang. Bukan hanya dari kalangan bawah, artis dan pejabat pun banyak tertarik,” imbuh bapak yang memiliki 20-an karyawan ini bangga. Tak aneh jika dalam sehari, ia bisa menghabiskan 60-70 kilogram ikan laut.
“Sebelumnya, saya tak pernah berpikir bisa naik haji dan keliling Eropa. Alhamdulillah, ini berkah,” ucap ayah 3 anak ini penuh syukur. Setelah hampir 14 tahun berlalu, Babe Lili pun memilih untuk istirahat dari bisnisnya. Hidupnya kini tak jauh dari sajadah. Ia hanya sekali-kali terlihat di restoran induk, di jalan Wahid Hasyim, karena lokasinya yang berdekatan dengan rumahnya. Sementara, cabang-cabang restorannya di Dharmawangsa dan Bintaro dikelola oleh anak-anaknya.
Hal ini bertujuan agar bumbunya meresap ke dalam ikan. Di restonya, 8 jenis ikan laut bisa dinikmati yang bisa dipadu dengan sambal dan lalapan yang disediakan. “Ya, ada sekitar 8 jenis ikan laut yang dijual disini. Sebutlah, ikan kambing-kambing, baronang, kerapu, kakap, kue, bawal, hiu dan ayam-ayam. Selain itu, saya pun menyediakan berbagai olahan udang dan cumi,” ucapnya. Harganya pun masih terbilang cukup terjangkau, dari 35 ribu – 45 ribu rupiah. Kini bisnisnya itu telah bercabang 2 lokasi di Jakarta. Hasilnya, ia pun bisa naik haji dan keliling Eropa bersama istri dan anak tercinta. Harganya pun masih murah, 2.000 rupiah perekor. Nah, dari sanalah ikan bakar saya mulai digandrungi orang. Bukan hanya dari kalangan bawah, artis dan pejabat pun banyak tertarik,” imbuh bapak yang memiliki 20-an karyawan ini bangga. Tak aneh jika dalam sehari, ia bisa menghabiskan 60-70 kilogram ikan laut.
“Sebelumnya, saya tak pernah berpikir bisa naik haji dan keliling Eropa. Alhamdulillah, ini berkah,” ucap ayah 3 anak ini penuh syukur. Setelah hampir 14 tahun berlalu, Babe Lili pun memilih untuk istirahat dari bisnisnya. Hidupnya kini tak jauh dari sajadah. Ia hanya sekali-kali terlihat di restoran induk, di jalan Wahid Hasyim, karena lokasinya yang berdekatan dengan rumahnya. Sementara, cabang-cabang restorannya di Dharmawangsa dan Bintaro dikelola oleh anak-anaknya.
Kisah Sukses Babe Lili
4/
5
Oleh
I Wayan Budiana